Ad Code

Responsive Advertisement

Akan Tiba Waktunya

will you marry me
Empat tahun tersimpan didalam hari, empat tahun terpenjara didalam diri, empat tahun kata tak bisa terucap. Ya empat tahun adalah waktu yang aku butuhkan untuk mengatakan apa yang ingin aku sampaikan. Meski apa yang aku sampaikan tidak langsung kepada orangnya, tapi setidaknya apa yang ingin aku ucapkan telah selangkah mendekati orang yang aku tuju. Bukannya aku tidak mau mengungkapkannya sebelum-sebelum ini, bukan juga aku takut untuk menyatakannya, tapi ya sebagai seorang pria tentu ada beberapa pertimbangan yang harus dilakukan terlebih lagi jika menyangkut masa depan. Mungkin banyak yang menilai kelamaan, tapi bagi ku tidak karena jika aku tidak siap untuk apa aku memaksakan ? justru karena aku telah siap makanya aku sampaikan meski itu membutuhkan waktu empat tahun lamanya. Yang ingin aku sampaikan bukanlah I love you, aishiteru, ataupun aku cinta kamu, tapi yang jauh lebih sakral daripada itu semua.
Semuanya berawal ditahun 2011 dimana pertama kali aku berkenalan dengan seorang perempuan yang anehnya kami dekat sedari kecil tapi justru saling kenal ketika beranjak remaja. Jujur, pertamakali aku melihatnya aku memang suka padanya, entah karena apa padahal awal perkenalan kami justru terjadi didunia yang maya lebih tepatnya salah satu media sosial yang lagi booming pada saat itu. Semuanya mengalir begitu saja, komunikasi kami lancar meski pada saat itu kami terpisah jarak yang tidak bisa dikatakan dekat. Hampir setiap hari selalu terlajin komunikasi diantara kami berdua meski hanya lewat suara. Canda dan tawa sering menghiasi komunikasi kami.
Semuanya mengalir begitu saja, bahkan saat ngobrol bertatap mukapun gelak dan tawa sering lahir dari obrolan kami. Meski pada awal-awal pertemuan ada kegugupan baik dia maupun aku, dan itu wajar karena kami memang ibaratnya orang yang baru saling ketemu. Tidak ada yang berubah dari pertemanan kami hampir setengan tahun lamanya. Bisa dikatakan pada saat itu kami saling mensuport satu sama lainnya.
Namun, semuanya berubah setelah negara api menyerang, eh salah maksudnya terjadi perubahan pada sikapnya setelah enam bulan pertemanan kami. Dia menghilang dan seakan menghindar dariku, semua usahaku untuk menghubunginya tidak membuahkan hasil. Hampir satu bulan lamanya keadaan tersebut berlangsung dan selama itu juga aku terus mencoba menghubunginya meski tanpa membuahkan hasil. Selalu muncul pertanyaan mengapa dipikiranku, mengapa dia seperti ini, diselingi ingatan-ingatan saat kami masih berkomuniasi dahulu.
Hingga akhirnya aku menemukan titik terang kenapa dia berubah dan seakan menghindar dariku. Masalah perasaan, cinta. Sebagaimana keadaan umumnya saat dua orang yang berlainan jenis sering berkomunikasi meskipun pada awalnya tidak ada niat untuk mengikut sertakan perasaan lama kelamaan tentu perasaan akan berbicara juga. Begitu juga dengan dia (meski akupun tidak bisa membohongi diri bahwa akupun begitu). Alasannya hanya satu, bagaimana status kami berdua. Jika suka katakan suka, jika tidak katakan tidak. Begitulah informasi yang aku dapatkan. Aku tidak bisa menyalahkannya atas sikap yang dia ambil karena akupun bersalah telah menciptakan kondisi seperti ini. Bukannya bermaksud untuk membela diri, tapi diapun tahu dan mengerti kenapa aku tidak bisa memastikan bagaimana status kami berdua salain dari persahabatan. Aku menghargai sikap yang dia ambil, sebagai seorang perempuan jelas dia ingin sebuah kepastian dan tidak ingin sebuah status yang mengambang tidak jelas.
Sejenak aku berfikir, ini semua memang salahku. Dia bersikap seperti itu karena kesalahanku, bukannya aku ingin terlihat sok-sok bertanggung jawab tapi memang semua perubahan sikapnya itu murni karena kesalahanku. Aku hadir dikesehariannya saat hari-harinya tengah sepi, aku menenemani harinnya dan memberikan keceriaan pada kehidupnnya yang baru, meski jarak memisahkan dan aku yakin dia tidak mempermasalahkan bentangan kilometer yang memisahkan kami. Sedangkan disisi lain, meski aku menghiasi hari-harinya tapi aku telah memiliki seseorang yang tak mungkin aku tinggalkan. Lantas apakah dengan kondisi seperti itu aku membagi dua hatiku untuk dua perempuan yang berbeda ? aku berani menjawab dengan yakin bahwa aku tidak membagi hatiku untuk kedaan seperti ini. Apakah aku menyembunyikan status aku yang bukan seorang jomblo dari dia ? tidak. Sejak awal perkenalan kami dia telah mengetahui bagaimana status aku dan siapa orang yang menghilangkan status jomblo aku tersebut.  Malahan dia yang justru mempertanyakan kenapa aku sering berkomunikasi dengan dia.
Hal itulah yang membuatku tidak bisa merubah status persahabatan yang telah kami jalin selama ini, tapi aku bisa memaklumi kenapa pada akhirnya dia mempertanyakan hal tersebut. Karena masa remaja, pacaran adalah sebuah status yang teramat bernilai dari sekadar sebuah persahabatan (dalam kasus ini persahabatan dengan yang berlainan jenis).
Langkah yang dia ambil untuk menghindar dari aku meski bisa aku pahami tapi berat untuk aku menerimanya. Biar bagaimana pun, keakrabatan yang telah terjalin itu memang sulit (jika tidak bisa dikatakan mustahil) untuk dilupakan begitu saja.
Sejak saat itu, kami berdua kembali seperti sebelumnya, menjadi dua orang yang (seperti) tidak saling kenal satu sama lainnya. Meski berdomisili didaerah yang sama, sejak hari itu kami seperti sulit untuk saling sapa. Entah apa yang menyebabkan kenapa bisa-bisanya kami seperti ini. Teman-teman yang mengetahui bagaimana kedekatan yang pernah terjalin diantara kami berdua selalu bertanya kenapa terjadi perubahan yang bertolak belaka diantara kami berdua. Aku tidak tau apakan mereka pernah menanyakan hal itu kepada dia, tapi yang jelas pertanyaan kenapa aku dan dia tidak sedekat (bahkan menjauh) dahulu tidak sekali duakali aku terima.
Setahun pasca perubahan sikap dia terhadap aku, aku memutuskan untuk sendiri. Sendiri dari kehidupan yang berkaitan dengan yang namanya pacaran. Dikesendirian, aku merenung meski sunyi sendiri, tapi aku merasa beruntung pernah dekat dengannya, dia yang memilih menjauh dari kehidupanku. Persahabatan yang pernah terjalin diantara kami dahulu meninggalkan satu hal yang tak bisa aku lupakan yakni cinta dari hati terdalam.
Meski kami (seperti) dua orang yang tidak saling kenal, tapi aku selalu memperhatian dia walau hanya dari kejauhan. Tapi aku tidak ingin mencoba mendekat dengannya meski dibeberapa kesempatan aku bisa melakukannya. Bukannya tidak ingin, tapi lebih tepatnya seperti ada beban bagiku ketika ingin mencobanya. Biarlah semuanya seperti ini, mungkin ini lebih baik untuk kami berdua. Setidaknya kami telah bisa berinteraksi satu sama lain meski ditengah keramaian, tapi setidaknya ada yang telah kembali hadir dikeseharianku setelah lama menghilang.
Empat tahun telah berlalu sejak hari itu, banyak hal yang ingin kuceritakan kembali kepadamu. Banyak hal yang ingin kubagi dikeseharianmu. Hari itu empat tahun yang lalu membuatku menjadi lebih dewasa dalam mengambil setiap tindakan. Meski saat itu aku tidak bisa memastikan bagaimana status kita berdua. Banyak hal yang telah ku alami untuk bisa menjawab pertanyaanmu pada saat itu.
Hari itu kamu mengatakan jika iya katakan iya, jika tidak katakan tidak. Aku tidak memberikan jawaban pasti pada saat itu, karena ku yakin akan ada saatnya aku menjawab itu semua. Dan sekarang adalah waktunya aku memberikan jawaban, aku yakin dan ingin kamu penjadi pendamping ku sepanjang hidup.
 
Maaf jika membuatmu menunggu begitu lama.
 
Will you marry me ?

Post a Comment

0 Comments

Close Menu